Kebumen, salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang banyak pantainya. Meskipun sudah beberapa kali menyambangi pantai yang ada di Kebumen, tapi itu belum semuanya. Masih hanya sebagian kecil dari deretan pantai di pesisir selatan Jawa Tengah. Terlebih saat ini banyak sekali pantai yang masih perawan yang dikelola menjadi sebuah destinasi wisata baru. Selain masih asri, pantainya juga belum terjamah dari tangan-tangan jahil para pembuang sampah sembarangan.
Berbeda dengan Pantai Suwuk yang memang sudah cukup lama terkenal dan menjadi salah satu andalan destinasi wisata di Kebumen, sampahnya cukup berserakan di sepanjang bibir pantai. Pun ketika kita berkunjung ke Pantai Karang Bolong, sampah-sampah masih terlihat di sepanjang pantai. Ya, kadang bisa memaklumi saja, karena sudah cukup terkenal kedua pantai tersebut.
Baca juga:
Berbicara pantai yang sudah lama dan terkenal di Kebumen seolah-olah tak akan ada habisnya, dan salah satu yang selalu menjadi buruan wisatawan, yakni Pantai Logending atau yang terkenal dengan Pantai Ayah yang terletak di Kecamatan Ayah, Kebumen. Saya sendiri sudah dua kali menyambangi pantai yang merupakan perbatasan wilayah dengan Cilacap. Yang pertama di Bulan Mei 2018 setelah ada acara gathering dengan komunitas mirc di Purwokerto. Berhubung masih siang, saya merengek ke Pak Suami untuk jalan-jalan, toh weekend bebas dong, enggak ada ganjalan besoknya masuk kerja.
Akhirnya dari Purwokerto kami langsung menuju arah selatan, dan di daerah perbatasan Banyumas, dengan Kebumen, kami berbelok kanan. Lurus mengikuti jalan yang cukup halus namun cukup sepi. Kemudian kami menemukan pertigaan yang terdapat plang. Ayah ke kanan, Buayan ke kiri. Karena kekonyolan kami, akhirnya kami ambil arah ke kiri. Damn, ini arah ke Pantai Suwuk, Guys. Dan kami terus menyusuri jalanan sepanjang Kecamatan Buayan. Jalannya oey, rusak parah sih enggak, tapi cukup membuat senam perut karena banyak yang berlubang.
Sudah hampir tiga jam di perjalanan kami belum menemukan tujuan. Dari Kecamatan Buayan itu kami lurus terus sampai menemukan Pantai Surumanis, saya pengen singgah di situ, tetapi Pak Suami enggak mau. Akhirnya kami lurus dan kami menemukan arah ke Pantai Lampon. Mau ke situ, tapi sudah pernah, jadi enggak jadi. Selanjutnya kami turun menuju Kecmatan Ayah. Ya kalau digambarkan rutenya jadi kayak huruf ‘U’ begitu. Kami berkendara mengelilingi bukit dari Kecamatan Buayan menuju Kecamatan Ayah.
Dari rute itu kami mulai lega, karena sebelumnya was-was juga takut nyasar di tengah hutan. Horor, bo! Berhubung kami capek dan waktu sudah menunjukan sekitar jam empat sore, kami berhenti untuk istirahat dan membeli minum di warung pinggir jalan. Dan ternyata itu ada arah jalan menuju Pantai Wedi Putih. Saya tanya-tanya dong ke bapak-bapak penjual minuman itu. Katanya tinggal turun ke bawah menuju Pantai Wedi Putih. Okay fix, kami coba.
Parah, parah, parah! Jalannya itu masih jalan setapak tanah yang menuruni bukit. Kami yang berboncengan motor saja enggak berani. Terus saya turun dong jalan kaki. Terus Pak Suami melaju pelan dengan mengendarari sepeda motor. Tapi setelah dirasa-rasa kok ya enggak sampai-sampai menuju Pantai Wedi Putih itu. Dan melihat ke bawah, ternyata masih cukup terjal. Selain itu, kami juga bertemu dengan sekumpulan anak-anak remaja yang naik untuk pulang. Mereka terlihat megap-megap seperti kehabisan napas. Akhirnya kami putuskan untuk naik lagi dan enggak usah ke Pantai Wedi Putih.
Dari itu, sepanjang jalan Pak Suami ngomel karena jalannya yang mengerikan, untung saja tidak terjadi apa-apa dengan kami. Dengan perasaan plong, Pak Suami mengendarai sepeda motor dengan santai. Tak terasa waktu sudah hampir petang. Melihat Pantai Ayah masih terbuka, kami pun masuk. Dan kami gratis masuk ke sini karena mungkin sudah sore kali ya?
Menikmati Sunset di Pantai Ayah
Untung saja kami masih bisa menikmati indahnya sunset |
Sambil istirahat, mengatur napas kami yang sudah tidak karuan, serta mengumpulkan puing-puing tenaga untuk pulang, kami masih beruntung menemukan sunset di Pantai Ayah. Rasanya bagaimana ya, pokoknya plong banget gitu, karena kami sebelumnya itu muter-muter di perjalanan kagak jelas. Hahaha.
Dapat menyaksikan matahari terbenam di pantai merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Melihat siluet jingga yang keemasan itu membuat panorama alam semakin sempurna. Tak heran, banyak juga kawula muda yang mencoba mengabadikan momen indah itu dengan kamera. Termasuk kami.
Foto begini biar dikata romantis, hahaha |
Sebenarnya masih betah main di pantai, tapi apalah daya, kami harus pulang ke rumah |
Cukup puas bermain di Pantai Ayah, sudah saatnya kami harus pulang. Iya, hari sudah gelap. Perjalanan menuju Purbalingga juga cukup memakan waktu yang tidak sedikit. Dari Pantai Ayah kurang lebihnya dua jam. Itu pun kalau cukup ngebut, berhubung sudah gelap dan jalanan yang cukup berkelok, tentu saja kami lebih pelan. Sampai rumah hampir setengah sembilan malam. Rasa lelah, lucu, konyol, dan lainnya kami simpan dalam lelapnya tidur. Dan cerita perjalanan ini bisa menghiasi blog ini juga.
Terima kasih sudah mampir di sini, dan saya masih punya cerita lagi di Pantai Ayah, yaitu pada saat libur lebaran tahun kemarin. Tunggu kelanjutan ceritanya ya, terima kasih.
Wah namanya unik, mulai kelurahan sampai nama pantainya. Btw ini komunitas MIRC yg mbahnya aplikasi chat bukan sih? Masih ada ya?
ReplyDeleteIya, namanya unik, dari nama Kecmatan sampai nama Pantai, hehehe.
DeleteIya, mirc itu mbahnya chating. Masih ada dan masih eksis. Hihihihi
Wah sepertinya instagramable banget ya kak, jadi ga sabar pengen ke sana juga hehehe
ReplyDelete